Kamis, 24 Januari 2013
Selasa, 15 Januari 2013
My Crossroad
http://www.solopos.com/2013/01/13/reportoar-crossroad-kawinkan-musik-modern-dan-etnik-367877
JOGJA—Delapan pemuda bertelanjang
dada mengenakan bawahan jarik motif jawa memainkan sebuah alunan musik blues. Uniknya, di layar belakang mereka
tampak bayangan hitam seorang dalang yang tengah memainkan wayang kulit. Seperti seolah menyatu gerakan
wayang kulit tersebut bergerak kesana kemari mengikuti alunan musik blues.
Tidak hanya wayang kulit saja, dalam pertunjukkan berdurasi selama 20 menit
itu, para pemain juga memasukkan adat dari luar Jawa seperti tarian Dayak,
Kalimantan.
Pemandangan tersebut terlihat saat
Brian Trinandi K. Adi, bersama sejumlah rekan rekannya, menyuguhkan sebuah
reportoar berjudul Crossroad dalam sebuah konser bertajuk 14
Pertunjukkan Etnis di XT Square, Jalan Veteran, Umbulaharjo, Sabtu
(12/1/2013) malam. Adapun reportoar crossrad merupakan
reportoar pembuka diantara 14 reportoar milik 14 penampil yang disuguhkan dalam
konser tersebut.
Kendati mengusung musik blues yang
kental dengan beberapa instrument modern seperti gitar dan bas elektrik namun
reportoar Crossroad juga menyajikan unsur etnik.Pasalnya instrument tersebut
dipadukan dengan instrument etnik seperti rebab, saron, dan gong bumbung. Brian
Trinandi K. Adi menuturkan Crossroad berisikan kegelisahan dia
sebagai warga negara Indonesia.
“Crossroad merupakan implementasi
dasar dari konserp dasar Cross-culture yang mana hal ini sangat terkait
erat dengan pentingnya akan pengetahuan lintas budaya,” kata dia seusai
memainkan reportoar itu. Maka dari itu, Brian sengaja untuk
memadukan musik modern dengan alat musik etnik yang berasal dari Indonesia
seperti kemajemukan suku, budadaya dan adat istiadat yang terjadi.
“Banyaknya pertemuan dari orang
berbagai macam suku, adat istiadat merupakan salah satu inspirasi dalam
menghadirkan karya ini,” ungkapnya.
Ketua panitia konser, Basundra Murba
Anggana menuturkan seperti yang dilakukan Brian Trinandi, dalam konser seluruh
peserta menyuguhkan musik etnik yang begitu kental seperti dari Kalimantan,
Jawa, Makassar dan Sunda. Uniknya para peserta tersebut juga
menyampurkan musik tersebut dengan musi barat seperti jazz, metal, blues dan
rock.
“Harapannya ini bisa memancing
penonton atau musisi lainnya agar mereka tidak melupakan musik tradisi yang
notabene asli dari Indonesia,” imbuh dia kepada Harian Jogja.
Basundra menjelaskan, hal ini perlu
dilakukan karena musisi muda saat ini banyak yang telah melupakan musik
tradisi.
“Mereka [para musisi] saat ini
mayoritas cenderung kebarat baratan. Padahal di Indonesia ini baik alat musik
maupun musik tradisinya sangat beragam sekali,” ujarnya. Dengan demikian, dari konser itu
diharapkan bisa menggugah semangat para musisi utamanya kawula muda untuk tidak
malu mengusung musik tradisi dalam setiap lagu yang dibuat. “Musik tradisi pun
kalau kita bisa mengemasnya dengan baik akan menjadi sebuah karya yang menarik
dan enak untuk didengarkan,” ucap dia.
Sebanyak 14 peserta yang tampil
dalam konser tersebut merupakan mahasiswa dan Sarjana lulusan dari Fakultas
Etnomusikologi Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja. Basundra mengatakan konser merupakan
kali pertama yang dilakukan oleh Galau Production selaku penyelenggara. Galau
production merupakan kumpulan mahasiswa dari ISI Jogja dan mahasiswa
Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yang merasa gelisah atas ekstensi musik
tradisi di Indonesia.
Rabu, 09 Januari 2013
Langganan:
Postingan (Atom)
sumonggo...
artinya: Selamat makan... *_*