GLOBALISASI
MUSIK DALAM MEDIA
STUDI KASUS:
ANIS SHOLEH BA’ASYIN DAN ORKES PUISI SAMPAK GUSURAN
Oleh: Brian
Trinanda K. Adi
ABSTRACT
The emergence of a variety of cutting-edge media
recently, which is characterized by the widespread of the internet using, also
contributed to the onset of globalization, one of which is the dissemination
(spread of). Effects of the new media has influenced in a various art groups,
artists, and works of art. It was also shared by the group Orkes Puisi Sampak
GusUran. Various things that have been experienced by the Orkes Puisi Sampak
GusUran with the used of a variety of media—both, new media (internet
technology) and conventional (manual) as a comparison—, we can review to get an
idea of how the role of technology on the globalization of media (spread of)
for groups as well as works of art.
This Research, with a topic Globalization Music in Media,
with group OPSG as objects, used a field work methodes, including interviews,
questionnaires, focus group discussions, and observations. Then the laboratory
methodes, includes the transcription of music, musicological analysis,
transcription of interview, observation data processing, as well as sample
processing.
Observation of group OPSG produce some description of
OPSG art works shapes, judging from the background and the contribution of
human resources, performance format, instrumentation, and terms of the making.
Then, through the placement of objects in OPSG as a case study, based on the
topics that have been presented, showing the fact that the media helped influence
on the existence of an art groups. Used of Internet media gave an distribution
impact to the OPSG art works in national to international scope. Otherwhise, in
the local scope, the conventional media that is directly providing a more
significant impact better than the used of the Internet media.
This study shows an overview of the two main things that
are intertwined between the work of art as a result of a creation, and the use
of media as a means of supporting existence, both for artists and arts groups.
Key words: Dissemination, Globalization, Media
A. PENDAHULUAN
Orkes Puisi
Sampak GusUran (OPSG)
ialah sebuah kelompok musik yang bergerak secara independent (indie label),
dalam artian mereka tidak terikat dengan sebuah label industri rekaman tertentu
(major label), melainkan melakukan
segala sistem operasi managerial
meliputi proses perekaman, pendistribusian karya, pementasan, dan lain-lain
secara mandiri. Sebagai sebuah kelompok musik yang bergerak secara independent, tantangan yang dihadapi
tentu jauh lebih berat. Pengelola kelompok tersebut harus mampu mempelajari
serta terus menerus meng-update
informasi mengenai seluk beluk persebaran musik, masyarakat musik, dan berbagai
hal lain yang sangat kompleks berhubungan dengan keberlangsungan kehidupan
kelompok musiknya agar terus dapat dinikmati oleh masyarakat pendukungnya.
Berbeda halnya dengan kelompok-kelompok musik lainnya yang bernaung di bawah
label industri musik (major label).
Bagi kelompok musik seperti itu (major
label), tantangan yang dihadapi dalam mempertahankan eksistensinya tidaklah
sebesar kelompok-kelompok musik lokal yang bergerak secara independent. Belum lagi mengingat faktor lokasi keberadaan OPSG
sendiri yang berada di sebuah kota kecil yang notabene-nya cukup jauh dari pusat industri kesenian,[1] yakni di kota Pati, sebuah
kota kecil di pesisir pantai utara Jawa tengah. Dengan lokasi yang kurang
mendukung, perlu dilakukan pensiasatan yang benar-benar baik dalam menyikapi
berbagai kesempatan agar terus mampu bertahan, pensiasatan terhadap penggunaan
media internet adalah salah satunya. Itulah yang tengah dilakukan oleh kelompok
OPSG sehingga menjadi salah satu sisi menarik di balik sebuah kelompok kesenian
OPSG dari kota kecil Pati.
Tercatat dari 2005
hingga sekarang OPSG masih terus produktif berkarya. Produktifitas dari OPSG
tidak terlepas dari keberadaan Anis Sholeh Ba’Asyin sebagai salah satu faktor
kuncinya. Pentingnya keberadaan Anis Sholeh Ba’Asyin selaku pimpinan,
penanggung jawab, manajer, serta fasilisator dalam kelompok OPSG menyebabkan
hubungan diantara keduanya tidak dapat dilepaskan. Hal inilah yang menjadi
alasan mengapa dalam segi identitas/penamaan pun OPSG tidak bisa terlepas dari
adanya nama Anis Sholeh Ba’Asyin. Baik dalam setiap publikasi maupun sampul
album pasti tertorehkan identitas ”Anis Sholeh Ba’Asyin Orkes Puisi Sampak
GusUran” sebagai nama kelompok.
Selain masih terus menghasilkan karya-karya baru,
pementasan-pementasan dengan skala lokal maupun Nasional juga masih kerap
mereka lakukan. Kelompok OPSGpun sudah merambah ke dalam panggung-panggung
pertunjukan Nasional seperti halnya Bentara Budaya Jakarta sebagai salah
satunya. Artikel terkait pementasan kelompok OPSG salah satunya dilansir dalam
harian Kompas dengan tajuk “Sampak
Gusuran, Membaca Puisi dengan Cara yang Berbeda”.[2] Sampai
sekarang kelompok OPSG juga masih rutin melakukan kegiatan-kegiatan di luar
pementasan, yakni menyelenggarakan kegiatan apresiasi budaya yang dilangsungkan
dalam bentuk dialog budaya. Kegiatan dialog budaya bernama Suluk Maleman tersebut sampai sekarang masih terus dilakukan setiap
bulan dengan mendatangkan ahli-ahli serta tokoh dalam berbagai bidang.
Tokoh-tokoh yang pernah diundang untuk menghadiri even tersebut sebut saja
Sudjiwo Tedjo, Cak Nun (Emha Ainun
Najib), Gus Mus (KH. Mustofa Bisri), Rektor Undip
(Universitas Diponegoro), Beben Jazz, dan lain-lain.
Prestasi
kelompok OPSG yang lain ialah keberhasilan kelompok OPSG untuk terus bertahan
mengikuti perkembangan jaman, salah satunya ialah dengan melakukan pemanfaatan
teknologi media. Kesadaran akan pentingnya teknologi media merupakan suatu hal
yang signifikan bagi siapa saja, terutama di era sekarang di mana
ketergantungan akan teknologi serta informasi media telah menjadi sebuah
kebutuhan pokok, menyentuh hampir setiap kehidupan masyarakat kontemporer.
Kelompok OPSG merupakan salah satu kelompok kesenian yang dapat menjadi sebuah
contoh kasus yang relevan sebagai sebuah gambaran mengenai bagaimana hubungan
teknologi media terhadap sebuah kelompok kesenian. Pendapat tersebut didasari
oleh adanya fakta-fakta yang menyatakan bahwa berulang kali kelompok OPSG mendapatkan
penghargaan dari ajang-ajang kompetisi yang ada pada situs internet di tingkat
internasional, serta berulang kali mendapatkan kesempatan pentas dari
relasi yang terjalin begitu besar melalui internet, baik secara lokal,
nasional, maupun internasional.
Kemampuan
beradaptasi kelompok OPSG hingga mampu untuk terus bertahan mengikuti
perkembangan jaman, terutama di tengah-tengah era perkembangan teknologi media
yang ditandai dengan maraknya internet, tidak terlepas dari karya-karya dari
OPSG itu sendiri yang menjadikan masyarakat menyukainya, serta peran media di dalamnya. Melalui studi kasus
terhadap kelompok OPSG diharapkan mampu memberikan gambaran tentang bagaimana
hubung kait antara musik dengan fenomena globalisasi, yakni terjadinya diseminasi/persebaran, melalui adanya fenomena internet sebagai salah satu media penyebarluasannya.
B. RUMUSAN MASALAH
Garis besar permasalahan yang muncul pada latar belakang dapat dituangkan ke
dalam rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Bagaimana keberadaan kelompok Orkes
Puisi Sampak GusUran (OPSG) dan
bentuk karya-karyanya?
2.
Faktor apa yang
menjadi daya tarik
terhadap Orkes Puisi Sampak GusUran (OPSG) bagi masyarakat pendukungnya?
3.
Bagaimana peran media internet
terhadap eksistensi kelompok Orkes Puisi
Sampak GusUran (OPSG)?
C. TUJUAN DAN MANFAAT
Penelitian ini
bertujuan untuk mendeskripsikan keberadaan Orkes Puisi Sampak Gusuran secara
mendetail, meliputi pula bagaimana bentuk karya-karyanya, bagaimana masyarakat
pendukungnya, serta apa saja hal-hal yang mendorong ketertarikan terhadap Orkes
Puisi Sampak GusUran bagi masyarakat pendukungnya. Kemudian akan dideskripsikan
pula bagaimana peran media internet terhadap kelompok OPSG guna memahami
fenomena globalisasi musik yang terjadi melalui media internet. Melalui
pengamatan mendalam (studi kasus) terhadap kelompok musik Orkes Puisi Sampak
GusUran diharapkan mampu menanggapi permasalahan mengenai seperti apa kelompok
Orkes Puisi Sampak GusUran, serta bagaimana karya-karyanya hingga kelompok
tersebut dapat diterima dan disukai oleh masyarakat luas baik tingkat dari
tingkat lokal, nasional, maupun internasional, kemudian bagaimana media
internet dapat turut berperan dalam mendukung eksistensi kelompok OPSG
tersebut.
Hasil
penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumbangan informasi yang memiliki dua
dimensi manfaat, yaitu berkaitan dengan manfaat teori dan manfaat praktis.
Kepentingan teoritis yang diharapkan dari studi terhadap kelompok Orkes Puisi
Sampak GusUran ialah sumbangan informasi dalam kaitan pemahaman-pemahaman yang
lebih tajam terhadap konsep-konsep media komunikasi serta bagaimana musik dan
masyarakat terlibat di dalamnya. Selain itu, studi terhadap bidang ini,
diharapkan mampu menjadi sebuah referensi segar bagi perkembangan ilmu
etnomusikologi—khususnya di Indonesia. Begitu pula sebagai pembuktian
kemungkinan etnomusikologi sebagai salah satu disiplin ilmu yang relevan guna
mencermati berbagai fenomena, baik permasalahan yang ada dalam budaya lama
maupun mutakhir,—khususnya yang berkaitan dengan musik—dengan musik sebagai
sudut pandang utama untuk melihat fenomena maupun permasalan yang jauh lebih
luas di sekitarnya. Manfaat lainnya ialah sebagai manfaat praktis, yakni
melalui pemahaman yang lebih mendalam terhadap fenomena ini, diharapkan dapat
memberikan khasanah pengetahuan tentang peran media terhadap persebaran musik
melalui media internet yang nantinya dapat digunakan sebagai acuan para seniman
terutama para musisi agar dapat mempublikasikan karya-karyanya dengan lebih
baik.
D. TEORI DAN METODE
Kajian mengenai musik dan budaya
internet yang hendak dilakukan dalam penelitian ini tidak terlepas dari studi
etnomusikologi sebagai pijakan utamanya. Meskipun pada umumnya para
etnomusikolog berorientasi konservatif, dimana mereka mengabaikan bentuk-bentuk
perubahan dan lebih cenderung melindungi tradisi-tradisi musik.[3]
Merriam mengungkapkan bahwa
etnomusikologi merupakan ‘studi musik dalam kebudayaan,’[4]
bukan ‘studi terhadap jenis musik tertentu.’ Jadi, etnomusikologi adalah studi
yang dapat mempelajari musik apapun, tetapi dalam konteks budayanya. Untuk lebih jauhnya bagaimana
pengerjaan penelitian ini mengacu pula pada pendapat Merriam sebagai berikut,
“Sebagai tingkah laku manusia, musik dapat dihubungkan secara sinkronik dengan
tingkah laku lainnya, seperti drama, tari, agama, organisasi sosial, ekonomi,
struktur politik, dan aspek-aspek lain.”[5]
Hal ini mengindikasikan bahwa musik dan aspek-aspek atau tingkah laku lainnya
dalam kehidupan manusia memiliki keterkaitan, sehingga pemahaman mengenai suatu
kebudayaan tertentu dapat dicapai antara lain lewat studi terhadap musik dalam
kebudayaan tersebut. Dengan demikian, berbagai dinamika perubahan yang dialami
oleh sebuah kebudayaan sudah barang tentu akan terefleksikan pula dalam
bentuk-bentuk musik—seni secara umum—yang ada dalam kebudayaan tersebut.
Mengacu pada pendapat Merriam, maka
untuk memamahi fenomena globalisasi musik melalui internet yang kini marak
terjadi dapat diketahui melalui studi terhadap musik dalam fenomena budaya
tersebut pula. Musik dalam budaya tersebut salah satunya ialah karya-karya
musik OPSG yang telah diunggah melalui jejaring internet. Mengacu pendapat yang
diutarakan Merriam, maka penelitian yang dilakukan terhadap fenomena
globalisasi musik melalui media internet dapat saja dilakukan, karena proses
hubungan manusia terhadap media internet pun merupakan sebuah perilaku manusia,
di mana di dalamnya manusia dan musik memiliki keterkaitan.
Metode utama yang digunakan dalam
penelitian kali ini ialah menggunakan metode penelitian kualitatif. Perumusan Hal-hal teknis dalam penggunaan metode
penelitian ini mengacu pada buku Handbook
of Qualitative Research, karya Noorman K. Denzim dan Yvonna S. Lincoln (2009). Terutama dalam
penggunaan studi kasus yang meliputi proses identifikasi kasus, penggalian
minat instrinsik dan instrumental pada kasus, memahami keunikan situasi dan
isu, teknik triangulasi, teknik perbandingan, pemilihan kasus, hingga
pengambilan sampel dalam suatu kasus.
Dalam proses
pengumpulan data,
terutama untuk memahami sebuah fenomena musik perlu dilakukan sebuah penelitian
lapangan, hal ini terkait pula pemahaman bahwa penelitian lapangan merupakan
pekerjaan yang esensial dalam etnomusikologi. Penelitian lapangan dilakukan
dengan mengacu pada model yang telah diajukan oleh Merriam untuk melakukan
studi musik dalam kebudayaan—yakni penyelidikan terhadap konsep tentang musik,
perilaku yang berkaitan dengan musik, dan bunyi musik itu sendiri. [6]
Hasil-hasil yang diperoleh dari studi-studi lapangan ini kemudian dirangkum
untuk mencapai suatu generalisasi terkait suatu fenomena musikal tertentu.
Penelitian lapangan yang dilakukan
berdasarkan konsep Merriam dilengkapi dengan digunakannya pengamatan mendalam
mengacu pada konsep John Baily,[7]
seperti halnya dikutip oleh Nercessian[8]
sebagai berikut.
“Salah satu pelajaran penting
yang diajarkan Antropologi kepada etnomusikologi adalah pada pentingnya mencoba
untuk memahami sesuatu dari sisi dalamnya. Menggali pandangan emiknya,
pandangan masyarakat, pandangan aktornya, evaluasi, penjelasan, model,
representasi; terdapat banyak terminologi untuk hal ini.”
Penggalian data terkait musik
dalam dunia maya/internet
yang diwakilkan oleh kelompok OPSG sebagai objek studinya merupakan sebuah
penelitian yang tidak terlepas dari kajian media. Oleh karenanya dibutuhkan
sebuah pisau analisis media sebagai disiplin
pembantu,
pendekatan tersebut yang dirasa paling dekat ialah pisau analisis cultural
studies etnografis meliputi
pengamatan terlibat, wawancara mendalam dan focus
groups discussion. Dalam
artikelnya Chris Barker[9]
menjelaskan pendekatan ini sebagai berikut.
“Cultural
studies etnografis terpusat pada eksplorasi kualitatif atas nilai dan makna
dalam konteks ‘cara hidup secara keseluruhan’, yaitu dengan masalah-masalah
kebudayaan, dunia-kehidupan dan identitas…
Cultural
studies yang berorientasi pada media, etnografi telah menjadi kata kode bagi
serangkaian metode kualitatif, termasuk pengamatan terlibat, wawancara mendalam
dan focus groups. Di sini ‘spirit’
etnografilah (yaitu pemahaman kualitatif atas aktivitas kultural dalam konteksnya).”
Cakupan/Batas populasi dalam penelitian
ini meliputi kelompok OPSG secara keseluruhan, karya-karya OPSG yang tersebar
dalam berbagai media on-line,
meliputi situs-situs file sharing music seperti halnya i-tunes; video-net
seperti
halnya YouTube;
akun jejaring sosial
semacam facebook serta twitter milik OPSG, portal kompetisi musik dalam bentuk chart
semacam garage band, besonic, serta MP3.com.au; akun website
OPSG baik blogspot maupun myspace.
Data-data
yang terkumpul berupa berupa hasil observasi dan wawancara, ialah data-data
terkait tentang OPSG, tentang ide gagasan kelompok itu sendiri; bagaimana awal
mula kelompok tersebut; bagaimana proses kreasinya; proses manajerialnya
meliputi proses manajerial acara, manajerial personel, manajerial pertunjukan,
proses perekaman, kerjasama, hingga mekanisme pendistribusian karya serta
dampak yang dirasakan; proses interaksi OPSG dengan masayarakat pendukungnya;
kemudian proses interaksi yang dibangun oleh OPSG melalui media internet. Dalam
sistematika penelitiannya mula-mula berbagai pertanyaan-pertanyaan tersebut
akan dirangkum ke dalam pertanyaan wawancara. Kemudian untuk pengamatan
mendalam dilakukanlah observasi langsung, terutama sebagai pastisipan observer.
Peluang untuk menjadi partisipan observer sangatlah besar, mengingat peneliti
tercatat pernah sekali terlibat sebagai pemain aditional dalam kelompok
tersebut. Selain itu dianalisa pula bagaimana hal-hal
terkait media yang telah diakses. Mengenai analisa terhadap media peneliti
melakukan studi lebih mendalam menggunakan teori-teori media, selain pada
penggunaan teori media sebagai teori pembedah, data-data yang dikumpulkan juga
berupa rangkuman dari analisis youtube
kemudian follower serta pertemanan pada jejaring soial.
Data mengenai hubungan masyarakat Pati terhadap OPSG didapatkan melalui
pembagian daftar pertanyaan serta melalui diadakannya FGD (Focuss Group Discussion). Metode ini dipilih dikarenakan melihat
banyaknya jumlah informan, sehingga tidak memungkinkan dilakukannya pencarian
data melalui wawancara. Penggalian data terhadap hubung kait masyarakat Pati
terhadap kelompok OPSG ditujukan untuk mengetahui persebaran karya OPSG dalam
lingkup lokal, serta bagaimana interaksi yang timbul di dalamnya, sebagai bahan
perbandingan terhadap persebaran serta interaksi pada tingkat nasional maupun
internasional.
Data musikologis merupakan hasil analisis
yang merepresentasikan karakteristik karya-karya OPSG yang menjadi ketertarikan
oleh masyarakat pendukungnya. Dengan menggunakan sampel
salah satu karya OPSG yang paling diminati oleh masyarakat. Analisis
yang dilakukan ialah analisis syair, organologi, susunan ansambel, serta
aransemennya.
E. PEMBAHASAN
E.1. Proses Kekaryaan OPSG
Anis Sholeh Ba’Asyin
dan Orkes Puisi Sampak GusUran, dua hal berbeda dalam satu kesatuan yang tak
terpisahkan, begitulah seperti halnya yang disampaikan oleh kedua arranger
musik Orkes Puisi Sampak GusUran, Deddy
Taufiq[10] serta
Yuli Agung.[11]
Lantunan puisi Anis bukan hanya sekedar penampilan musikalisasi puisi seperti
pada umumnya, melainkan dengan balutan komposisi musik yang kompleks layaknya
sebuah penampilan orchestra
menjadikan keunikan tersendiri bagi sajian puisi Anis, yang kian disebut pula
dengan sebutan orkes puisi. Bersama OPSG, Anis tidak hanya “memusikan puisi”
melainkan juga “mempuisikan musik”. Bagi Anis, semua lagu pada dasarnya adalah
musikalisasi puisi, lagu dinyanyikan dengan syair, syair itupun puisi. Bahkan
dalam tradisi timur (Oriental), Jawa misalnya, puisi memang disajikan dengan
dilagukan dengan tembang-tembang, sehingga ada guru lagu dan lainnya. Namun,
karena pada umumnya syair dalam tradisi timur teratur sekali, tersusun dalam
kerangka-kerangka yang pasti, serta batas-batas yang sangat rigid; sedangkan puisi sekarang (modern)
begitu bebas, bahkan tanpa urutan lagu, dengan syair yang juga bebas; oleh
karenanya untuk diangkat ke dalam bentuk musik sangat dibutuhkan keahlian yang
lebih. Berdasarkan alasan-alasan tersebut, maka Anis menyebut proses
kreatifitas di dalamnya sebagai orkestrasi puisi, selain itu juga karena
puisi-puisinya yang panjang dan digarap dengan tidak mengikuti pakem-pakem
dalam penulisan syair dalam lagu pada umumnya.[12]
Untuk mendukung
penyajian sebuah orkes, tentu saja dibutuhkan instrumen musik yang tidaklah
sedikit, oleh karenanya hampir sebagian besar puisi dalam karya-karya OPSG
digarap dalam balutan ansambel besar, bahkan dengan komposisi musiknya yang
juga betul-betul disiapkan khusus untuk setiap puisinya.
Alat-alat
musik yang digunakan dalam kelompok OPSG dapat dibagi ke dalam empat
kategorisasi yang telah dikelompokan
oleh OPSG menurut penggunaannya, yakni meliputi: alat band, gamelan, alat tiup,
serta perkusi. Keseluruhan alat-alat musik tersebut ialah sebagai berikut:
Alat Band:
Gitar
Elektrik : 2 buah
Gitar Akustik :
2 buah
Sitar : 1 buah
Sape’
Kalimantan : 1buah
Banjo : 1 buah
Cuk : 1 buah.
Biola : 1 buah
Bass
Elektrik : 1 buah.
Keyboards : 1 buah.
Drum : 1 set.
SPD : 1 buah.
Gamelan:
Saron :
2 buah
Demung : 1 buah
Bonang : 1 buah
Alat Tiup:
Kelompok suling
Terompet
reog : 1 buah
Harmonika : 1 buah
Didgeridoo : 1 buah
Perkusi:
Marakaz : 1 buah
Kabasa : 1 buah
Jimbe : 2 buah
Kendang Sunda/Jaipong: 1 set
Kendang
Dangdut : 1 pasang
Kendang Jawa (Ciblon): 1 buah
Tabla : 1 pasang
Kobel : 1 buah
Udhu : 2 buah
Mbira : 1 buah
Terbang : 6 buah
Marawis : 4 buah
Banyak hal menarik dalam segi instrumentasi instrumentasi
pada kelompok OPSG, salah satunya ialah adanya penggunaan instrumentasi
gamelan. Gamelan yang digunakan dalam karya-karya musik OPSG ialah demung,
saron, serta bonang. Dentuman karakter bunyi logam terdengar hampir pada
keseluruhan karya OPSG. Dari ketiga jenis alat tersebut, demung dan saron
adalah yang paling sering dimainkan, bonang baru sekali saja digunakan, yakni
pada karya Suluk Sungsang.[13]
Karakter bunyi logam pada gamelan ini difungsikan sebagai pembawa nuansa Jawa
pada karya-karya OPSG.[14]
Gamelan yang digunakan pun bukan seperti halnya gamelan yang ada pada ansambel
karawitan, namun telah disesuaikan dengan kebutuhan dari OPSG itu sendiri,
yakni gamelan dengan sistem diatonik yang dilaras menggunakan piano. Gamelan
tersebut (demung serta saron) dalam satu rancakan terdiri dari sembilan nada,
dengan urutan nada c#, d, e, f#, g,
a, b, c#, D.
4 Sistem
penggunaan gamelan dalam kelompok OPSG:
Gambar 1: Sistem 1 pada instrumen gamelan
dalam kelompok OPSG.
Sistem satu digunakan untuk memainkan lagu-lagu dengan
tangga nada diatonik mayor. Sistem ini banyak digunakan terutama saat mengaransemen
lagu-lagu bertangga nada mayor, dengan pengaplikasiaannya menyesuaikan
kebutuhan komposisinya serta konsep acaranya. Karya OPSG sendiri yang
menggunakan sistem tangga nada mayor diatonik tersebut saah satunya ialah lagu
“Suluk Keselamatan”.
Gambar 2: Sistem 2 pada instrumen gamelan
dalam kelompok OPSG.
Sistem dua dengan menggunakan pendekatan sistem tangga nada
pentatonik pelog nem dalam karawitan jawa paling banyak digunakan dalam
karya-karya OPSG, diantaranya ialah pada lagu “Suluk Zaman Akhir”, “Suluk
Sunyi”, serta “Suluk Munajat”.
Gambar 3: Sistem 3 pada instrumen gamelan
dalam kelompok
OPSG.
Sistem tiga dengan menggunakan sistem tangga nada
pentatonik dalam karawitan Jawa, masih cukup jarang digunakan dalam karya-karya
OPSG. Penggunaan sistem ini baru digunakan dalam penggarapan karya-karya baru
di luar album pertama, salah satu di antaranya ialah “Suluk Linglung” yang
dibuat dengan bernafaskan nada-nada slendro Banyuwangi.
Gambar 4: Sistem 4 pada instrumen gamelan
dalam kelompok OPSG.
Pada sistem empat ini, bilah empat dengan nada G digantikan
dengan nada G# (nada sorog). Bilah sorog dengan nada G# tersebut digunakan sebagai nada nem (6) sedangkan bilah di sebelahnya
menjadi nada pi (7) atau nada barangnya. Sama halnya dengan sistem dua
dan tiga yang mengacu pada pendekatan sistem pentatonik gamelan Jawa, namun
karena keterbatasan bilah, tangga nada pelog barang pada sistem empat ini tidak
lengkap, hanya mampu dimainkan dalam empat nada saja (tetratonik) yakni ro, lu,
mo, pi, tanpa nada ji (1) nya, namun penggunaan tanda nada ini diperkaya dengan
adanya nada nem (6) sebagai nada penghias dalam tangga nada ini. Karya OPSG
yang dibuat dengan menggunakan sistem tangga nada pelog barang ialah lagu
“Suluk Bersama Kita Gila”.
Selain banyaknya keragaman instrumen yang digunakan,
karya-karya OPSG juga disajikan dalam berbagai bentuk garapan yang beragam,
baik dalam segi genre musik, maupun mencomot berbagai macam idiom gaya musik,
meliputi rock, dangdut, rap, sindenan dalam karawitan jawa, banyuwangi,
keroncong, jazz, Arabian style, dan
lain-lain.
Bagaimana bentuk keunikan garapan dalam kelompok OPSG dapat
dilihat dalam analisis salah satu karya OPSG Suluk Zaman Akhir. Secara
keseluruhan lagu atau “komposisi“ ini berbentuk 4 bagian dan diakhiri dengan coda. Masing-masing bagian dapat
disimbolkan dengan penggunaan huruf A untuk bagian pertama, B untuk bagian
kedua, C untuk bagian ketiga dan D untuk bagian empat. Bagian A berfungsi
sebagai semacam “overture” yang pada
hakikatnya sebagai pembukaan dan berwujud komposisi instrumental serta lebih
dekat kepada “overture zaman klasik” dimana umumnya hanya memainkan
satu bagian dengan unsur tematik yang sama.[15]
Bagian B dapat diasumsikan sebagai semacam “intermezzo”[16]
atau sisipan dalam keseluruhan lagu. Terdapat sisi “kontras” dalam bagian ini,
baik dengan bagian sebelumnya maupun bagian sesudahnya yang terdengar maupun
terlihat jelas dari jenis irama maupun dari segi instrumentasinya. Bagian C
dapat dikatakan menjadi salah satu bagian inti dari keseluruhan lagu dimana
peran vokal sudah terlihat mencolok dan terlihat dari berbagai pengolahan
harmoni ataupun kerangka lagu dari bagian A serta “kompleksitas” timbre yang dihasilkan oleh tiap
instrumen. Bagian D juga merupakan salah satu bagian inti dari keseluruhan lagu
di lihat dari perspektif yang hampir sama dengan bagian C. Dalam bagian ini
terdapat sisi kontras yang cukup nyata dari bagian-bagian sebelumnya dan dapat
di lihat dari Tonal yang sudah
mengalami perubahan.
Komposisi ini merupakan sebuah komposisi
vokal-instumental dengan durasi sekitar 3 menit 51 detik dengan tempo moderato (1 ketuk=110). Kerangka harmoni
komposisi ini adalah penggunaan Tonika D mayor (2 kruis) dan kemudian berubah
ke D minor atau dengan kata lain mengalami modulasi ke Tonika paralel dari F
mayor (1 mol). Akord-akord yang digunakan adalah D mayor yang berfungsi sebagai
Tonika, Fis minor berfungsi sebagai Median
atau Dominan Paralel, A mayor
berfungsi sebagai Dominan, G mayor
sebagai Sub Dominan dan D minor sebagai tonika baru hasil dari modulasi ke 1
mol (Tonika paralel F mayor). Terdapat beberapa jenis irama dalam komposisi ini
antara lain irama pop/rock seperti
pada umumnya yang dominan di sepanjang komposisi, irama swing yang terdapat dalam salah satu bagian dan irama funk yang sedikit terasa lebih “nge-beat”. Secara umum tangga nada yang digunakan meliputi tangga nada
diatonis mayor maupun minor walaupun unsur-unsur skala yang “menyerupai” pelog bem/nem sangat terasa dalam
komposisi ini. Secara garis besar sukat 4/4 merupakan sukat yang digunakan
dalam komposisi ini. Dari segi instrumentasi, komposisi ini terdiri dari
beberapa instrumen beserta vokal antara lain:
a.
Demung:
cenderung berfungsi sebagai salah satu instrumen/unsur pembentuk kerangka harmoni yang bersifat mengiringi.
b. 2 Saron: Sama
seperti halnya demung, cenderung berfungsi sebagai salah satu instrumen/unsur
pembentuk kerangka harmoni yang bersifat mengiringi.
c. Drum Set:
berfungsi sebagai pengatur atau pembentuk irama.
d. 2 Gitar
Elektrik: berfungsi sebagai pengisi melodi maupun pembentuk kerangka harmoni
yang bersifat mengiringi.
e. Bass Gitar:
lebih berfungsi sebagai salah satu instrumen/unsur pembentuk kerangka harmoni
yang bersifat mengiringi.
f. Violin:
berfungsi sebagai pengisi melodi maupun pembentuk kerangka harmoni.
g. Keyboard: lebih
berfungsi sebagai salah satu instrumen/unsur pembentuk kerangka harmoni yang bersifat mengiringi.
h. Vokal inti
dimainkan oleh pria.
i. 3-4 Vokal pria
yang berfungsi sebagai backing vocal.
j. Vokal wanita
yang berfungsi sebagai pengisi di salah satu bagian komposisi.
Penggunaan birama
gantung pada awal komposisi:
Gambar 1. Birama Gantung pada
Bagian Awal Lagu.
Pengunaan teknik
ostinato:
Gambar 2. Teknik Ostinato.
Adanya sisi
garap asimetris, dilihat dari
‘ekor’ fragmennya:
Gambar 3a. Dua fragmen yang asimetris: fragmen 1.
Gambar 3b. Dua fragmen yang asimetris: fragmen 2.
Penggunaan teknik diminusi
(pengurangan) serta adanya pembentukan cantus
firmus (pokok gending).
Gambar 4. diminuation of the value dan cantus
firmus (pokok gending).
Harmoni
kontrapungtal:
Gambar 5. Instrumen Guitar dan
violin membentuk harmoni kontrapungtal.
Pada bagian ini terkesan adanya nuansa jazzy karena penggunaan beberapa elemen-elemen
inti pembentuk musik jazz antara lain irama swing[17]
yang terasa dalam sinkopasi permainan drum. Adapun sinkopasi yang
juga terasa dalam alunan vokal. Elemen lain dari musik jazz yang digunakan
ialah teknik walking bass
dengan tangga nada pentatonik yang “menyerupai” pelog bem.
Gambar 6. Sinkopasi dalam alunan
vokal.
Gambar 7. Walking Bass.
Unsur gaya musik Rap,
ditandai dengan teknik resitatifis
(seperti orang berbicara).
Gambar 8. Alunan
vokal resitatifis/seperti gaya orang
berbicara.
Bagian D
menjelang akhir komposisi memiliki “keunikan” tersendiri dan tidak terdapat
dalam bagian-bagian sebelumnya yaitu terdapat unsur maupun kesan “bi-tonalitas”[18]
(bandingkan dengan musik beraliran impresionisme
terutama dari komponis-komponis berkebangsaan Prancis) di mana dapat terlihat
dari struktur nada antara instrumen saron, vokal, instrumen “band”, dan vokal wanita. Instrumen saron
cenderung tetap memakai tonalitas D mayor,
vokal dan instrumen band
memakai tonalitas D minor sedangkan vokal wanita cenderung memakai tonalitas F
mayor.
Gambar 9. Bi-tonalitas.
Terlihat jelas
pada gambar 9 bahwa instrumen saron bermain dengan tonalitas D mayor
dikarenakan terdapat nada cis yang
dalam tonalitas D mayor berfungsi sebagai leading
tone dan nada fis yang berfungsi
sebagai median. Nada-nada dalam
instrumen gitar maupun pada vokal jelas merupakan kerangka harmoni yang
membentuk akord D minor yakni nada d, f dan
a. Terdapat nada g pada instrumen gitar, akan tetapi nada ini cenderung hanya
sebagai “jembatan nada” untuk menuju ke nada f ataupun a. Sedangkan
pada vokal wanita lebih mengarah kepada tonalitas F mayor. Hal ini dapat
dilihat dari struktur nada yang meliputi dari yang terendah sampai yang tertinggi yakni nada f, g, a dan bes.
Nada-nada ini merupakan tetrachord[19]
pertama pada struktur tonalitas F mayor dan apabila kita mengacu pada nada yang
dominan muncul yakni nada f dan a, maka dapat dikatakan bahwa pertautan
antara nada ini mengacu pada formulasi harmoni pembentuk akord mayor karena
menggunakan interval terts mayor.
E.
2. OPSG, MEDIA, DAN MASYARAKAT
Melalui pengamatan dari
bentuk karya-karya OPSG didapatkan beberapa kemungkinan munculnya ketertarikan
terhadap kelompok OPSG bagi masyarakat pendukungnya. Sisi ketertarikan yang
pertama muncul dari aransemen musik dalam karya-karya OPSG yang disajikan dalam
berbagai bentuk garapan yang beragam, dengan mengeksplorasi berbagai macam genre serta idiom musik, meliputi rock,
dangdut, rap, sindenan dalam karawitan jawa, banyuwangi, keroncong, jazz, Arabian style, dan lain-lain.
Kompleksitas bentuk garapan musik dalam karya-karya OPSG ini
menjadi salah satu alasan kuat yang
mampu menarik banyak penikmatnya untuk menggolongkan sendiri ketertarikanya
terhadap OPSG ini menurut perspektif mereka masing-masing. Nercessian melihat
fenomena tersebut sebagai berikut:
“Makna sebuah karya
seni dapat sama sekali berubah seperti halnya mereka berpindah dari komponis ke
audiens, serta ke audiens lainnya yang sangat besar yang kemungkinannya berbeda
kultur.”[20] Meskipun
begitu, bukan berarti karya musik OPSG kehilangan kekuatannya, Nercessian
melanjutkan sebagai berikut, “…kekuatan musik sungguh mengagumkan, di mana
ketika maknanya merubah, tetapi kekuatan musik masih tersisa…”[21]
Pada karya yang sama,
banyak komentar yang bermunculan dalam perspektif penilaian yang berbeda yang
dapat menimbulkan ketertarikan tersendiri bagi masing-masing penikmat. Sebuah
contoh dapat kita lihat beberapa komentar pada situs Garageband terhadap karya
Suluk Jaman Akhir sebagai berikut:
Strange kind of Beautifull
Sounds like Robbie
Williams type cafe Pop come Arab glam-rock ...Interesting choice of percussion
instrument, it differentiates the music immediately - clearly the work of a
natural percussionist...I enjoyed the use of sampling displays an eclectic mix
of tastes ...very progressive music...beautiful and strange!!
Bongiwe Lusizi
Umnombokantu, Mdantsane, Eastern Cape, South Africa
Interesting
..very strange, and
bombastic overtüre...bells, violin...rock guitar... frank zappa like arranged
parts... arabic singer...
interesting, original
world fusion mix...
something like this I
never heard before...
...p.s.: maybe the band
tries to put too much elements into this song...
it sounds a bit, like
Dubai or Abu Dhabi looks like...hightech and incredibly rich in the middle of
desert and sand...
Extra Credit: Male Vocals, Beat, Originality.[23]
Andreas Ceska
Stromboli, Vienna,
Austria
World Mix
Nice tutti at the intro
(and all over the music) - a lot of energy coming from all instruments playing
at same time.
Very soulful voice -
Sorry, I can´t identify the language you´re using.
Nice guitar sounds,
Liked also the percussion - but the sound can be a bit louder in the mix.
Congrats on arrangement
- really a world mix - a lot of orient, central america, ocidental instruments,
eletric guitar and many rhythms used brings many colours to the music.
Nice break at the end.
Henrique Matulis
Berikut dalam segi
instrumentasi yang dihadirkan dalam karya-karya OPSG pun juga mampu menjadikan
ketertarikan tersendiri bagi penikmatnya, di samping turut menunjukan
penilaiannya terhadap OPSG dalam perspektif yang berbeda. Salah satunya ialah
adanya unsur gamelan serta rebana yang mencirikan adanya penggabungan unsur
Santri serta abangan. Seperti halnya
apa yang disampaikan oleh Nurdin, sebagai seorang penggemar OPSG sebagai
berikut. “Kelompok seperti ini bisa mempersatukan antara santri dan abangan di
Indonesia, seperti apa yg diamanatkan oleh Gus Dur, karena keberadaan Negara
Indonesia tidak terlepas dari adanya kedua unsur tersebut, yakni adanya santri
dan abangan itu sendiri. Dalam kelompok OPSG, Gamelan dalah perwujudan dari
adanya unsur abangan, sedangkan rebana adalah unsur santrinya”[25]
Tidak hanya dalam lingkup lokal
maupun Nasional, pilihan instrumentasi
pada kelompok OPSG juga banyak menjadi
sisi ketertarikan bagi penikmat-penikmat karya OPSG pada lingkup dunia/internasional.
Sebagai contoh ialah komentar Ron D. Lim (Musisi, Produser, California, USA)
Sebagai berikut, “This is real
traditional music! Amazing, love all the instrumentations here! Original and
fresh for us here in the USA such music is just not easily found! Thumbs up for
your world music par excellence!”.[26] Di dalam
komentarnya, Ron begitu mengagumi unsur-unsur instrumen tradisional yang
digunakan oleh kelompok OPSG, di mana instrumen-instrumen tersebut begitu segar
dan jarang ditemui bagi masyarakat USA.
Cara berfikir Anis dalam melihat pembangunan suatu bangsa atau
apapun dalam arena globalisasi tanpa menutup diri untuk terpengaruh dari sisi
manapun, namun tetap dengan prinsip yang
kuat untuk harus kembali ke akar, ke tanah bumi tempat kaki berpijak, telah
berhasil membuat masyarakat dunia tertarik. Dengan cara berfikir semacam itu,
Anis mencoba mengangkat tema-tema, serta warna-warna lokal meliputi warna-warna
musik yang ada di Indonesia menjadi satu komposisi yang bisa diterima di manca
negara, maupun di dalam negeri. Dengan mempertahankan kontinuitas antara yang
tradisi dengan yang lebih modern, Anis beserta kelompok OPSG berhasil
memunculkan taste, serta format yang
berbeda dari kelompok-kelompok musik lainnya, hal inilah yang menjadikan
ketertarikan bagi banyak kalangan. Bahkan, meskipun puisi musiknya secara
keseluruhan banyak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Jawa, di mana
masyarakat mancanegara belum tentu dapat memahami isi/kandungan di dalamnya,
mereka tetap saja tertarik, meskipun dengan begitu seringkali Anis harus
memberikan teks terjemahan dalam bahasa Inggris dari syair-syair/lirik
tersebut.[27]
Alasan perbedaan sisi ketertarikan
masyarakat penikmat musik OPSG di mancanegara dengan masyarakat lokal maupun nasional
dimungkinkan melalui adanya pengaruh
sosialisasi yang berbeda diantara keduanya. Proses terjadinya sosialisasi
merupakan salah satu aspek penting dalam konsep habitus. Pierre
Bourdieau, menunjukan bahwa semua pertimbangan selera, termasuk selera terhadap
seni, dikendalikan oleh habitus yang
diperoleh dengan cara yang khas. Habitus
adalah suatu sistem disposisi yang berlangsung lama dan berubah-ubah, yang
berfungsi sebagai basis generatif bagi praktek-praktek yang terstruktur dan
terpadu secara objektif.[28] Proses terbentuknya habitus sangat besar dipengaruhi oleh adanya
sosialisasi. Maka perbedaan garis besar sosialisasi yang pernah dialami antara
penikmat karya OPSG dari Indonesia dengan penikmat dari luar Indonesia sangat
memungkinkan munculnya perbedaan persepsi makna dalam melihat karya OPSG.
Pendapat Pierre Bourdieau melengkapi
pendapat Nercessian tentang kemungkinan perbedaan interpretasi makna antara
komposer musik dengan audien, kemudian ditambahkan dengan adanya peran habitus yang ditimbulkan melalui perbedaan proses sosialisasi yang
mempengaruhi masyarakat pendengarnya.
Leah A. Lievrouw menunjukan adanya keterkaitan yang kuat
antara pola kehidupan masyarakat kontemporer sebagai imbas dari adanya
perkembangan media baru:
“Kehadiran media baru tersebut kian
pula memungkinkan adanya mediasi, dengan mendukung serta memfasilitasi aksi
komunikatif dan representasi. Media baru tidak begitu saja menyela masuk
melalui teknologi ke dalam proses komunikasi serta produksi informasi, melainkan
juga kian menyebabkan munculnya tiga elemen dalam infrastruktur kehidupan
manusia, meliputi: artefak (alfabet,
jaringan listrik, keyboard dan mouse, sistem operasi, tombol telepon,
kumpulan film, satelit, uang, dan lain-lain), perilaku
(sikap, vokalisasi, tata cara telepon dan berkirim e-mail, bahasa, format naskah, ketikan, pertukaran data on-line,
fashion, hukum kontrak, jadwal program televisi, blogging, dan lain-lain), aturan (seperti halnya keluarga dengan satu
orang tua, label rekaman musik, memberi dan menerima, papan-papan film
nasional, kampanye politik, komunitas jaringan-jaringan nasehat, studio film,
dan lain-lain). Kombinasi dari berbagai macam cara mengakses, kegunaan dan isi,
dinamika tiap poin dalam struktur networking,
serta perasaan tiap orang yang interaktif di dalam penggunaan media baru
merupakan gaya kontemporer, atau pola mediasi yang jauh berbeda dari apa yang
dimungkinkan untuk dilakukan dalam media massa.”
Berbagai fenomena sebagai dampak adanya media baru yang
telah digambarkan oleh Lievrouw cukup nampak mewarnai perjalanan karir kelompok
OPSG. Salah satu diantaranya ialah bagaimana sebuah situs upload mp3 berhasil membawa OPSG hingga dikenal di seluruh dunia,
bahkan mendapatkan berbagai penghargaan pada ajang-ajang kompetisi musik dunia.
Adapun
award/penghargaan yang pernah didapatkan oleh OPSG melalui bebarapa situs
kompetisi di internet ialah sebagai berikut:
a.
Track of the Day di
GarageBand.com pada 10 September 2008
untuk Suluk Zaman Akhir
b.
Most Original in World Fusion di GarageBand.com
pada 15 September 2008 untuk Suluk Zaman
Akhir
c.
Track of the Day di GarageBand.com pada 29 November 2008
untuk Suluk Pintu Terkunci
d.
World Fusion Track of the Week
di GarageBand.com pada 15 Desember
2008 untuk Suluk Zaman Akhir
e.
World Fusion Track of the Week
di GarageBand.com pada 29 Desember
2008 untuk Suluk Pintu Terkunci
f.
Most Original in World Fusion
di GarageBand.com pada 26 Januari
2009 untuk Suluk Pintu Terkunci
g.
Best Male Vocals in World Fusion di
GarageBand.com pada 23 Februari 2009 untuk
Suluk Pintu Terkunci
h.
Best Of World Fusion,
urutan 38 dan 39 dari 100 komposisi World Fusion terbaik di I Tunes untuk Suluk Pintu Terkunci dan Suluk Zaman Akhir, mulai Juni 2010.
i.
Best World Fusion Group, urutan ke 4 dari 100,
versi BeSonic.com
j.
Best World Music Group, urutan ke 16 dari 100,
versi BeSonic.com
k.
Best World Music Group, urutan ke 56 dari 100,
versi MP3.com.au
l. Best World Music Song, urutan ke 4 sampai 11 dari 60, versi NoisyPlanet.com
m. Nominator Prince Claus
Award 2012
n.
Best World Music, urutan 3 dari 100,
versi MP3.com.au
“In cyberspace,
we chat and argue, engage intellectual intercourse, perform acts of commerce,
exchange knowledge, share emotional support, make plans, brainstorm, gossip,
feud, fall in love, finds friend and lose them, play games and metagames,
flirt, create a little high art and a lot of idle talk. We do everything people
do when they get togheter, but we do it with words on computer screens, leaving
our bodies behind. Million of us have already built communities where our
identities commingle and interact electronically, independent of local time or
location.”[29]
Pendapat Rheingold
menunjukan bahwa melalui internet, dapat
terjadi berbagai macam bentuk hubungan interaksi masyarakat seperti layaknya
dalam kehidupan nyata, dalam lingkup yang lebih luas, dalam waktu yang berlainan,
serta lokasi yang jauh terpisah, meski hanya dengan menggunakan media kata-kata
yang ditampilkan melalui layar komputer. Dalam hal pelayanannya, berbagai
fasilitas yang ada pada situs-situs internet memiliki daya guna dan fungsi yang
berbeda-beda antara satu dengan lainnya, keberagaman inilah yang menjadikan
setiap situs memiliki kelebihan serta keunggulannya masing-masing. Situs video sharing semacam YouTube misalnya, dapat difungsikan sebagai sebuah representasi
bagi berbagai karya seni, terutama seni pertunjukan. Sebagai bentuk representasi,
keberadaan YouTube mampu memperluas
panggung pertunjukan bagi semua seniman yang ingin menampilkan karyanya dalam
lingkup yang lebih luas, bahkan dapat dinikmati kapanpun juga. Beda halnya
dengan situs jejaring sosial semacam Facebook
ataupun Twitter, kedua situs tersebut
didesain serta difungsikan sebagai media untuk menambah pertemanan serta
mempermudah komunikasi. Bentuk layanan yang diberikan pun berbeda, pada situs Facebook misalnya, foto serta teks yang ditampilkan dalam bentuk fitur
uploading foto (mengunggah), tagging (menandai) foto, updating status (memperbarui status), berkirim wall (dinding), serta messaging/chating (perpesanan dan obrolan),
menjadi tampilan utama; lain hal dengan YouTube,
dimana dalam situs tersebut video atau gambar berjalan disertai dengan audio
menjadi tampilan utama. Kemudian e-mail,
berbeda dengan jejaring sosial ataupun situs
video sharing, e-mail
difungsikan sebagai media untuk surat-menyurat. Sifat e-mail cenderung satu arah, yakni tidak membuka akses masuk kepada
akun yang tidak dikenal atau tidak ditujukan dalam pengiriman pesan. Pertukaran
video dengan menggunakan e-mail akan
sangat merepotkan, menghabiskan waktu, serta tidak efisien untuk kebutuhan publisitas,
sangat berbeda dengan menggunakan YouTube.
Dengan menggunakan YouTube video
hanya perlu diunggah sekali, kemudian dengan mengkopi URL nya, siapa saja,
bahkan akun tak dikenal sekalipun dapat mengunduhnya dengan mudah dan cepat,
dalam sisi publisitas tentu saja jauh lebih efisien daripada menggunakan jasa e-mail. Meskipun dalam segi publisitas
tidak memiliki fitur yang memadai, namun memiliki akun e-mail tetap sangat dibutuhkan, selain sebagai salah satu syarat
pembuatan akun-akun pada berbagai situs, juga sangat berfungsi untuk mengirim
serta menyimpan berbagai arsip penting.[30]
YouTube sebagai sebuah media
video sharing yang mengutamakan
tampilan video serta audio sebagai fitur unggulannya, mampu merepresentasikan
kembali berbagai momen pertunjukan yang tak dapat terulang kembali dalam
kehidupan nyata serta mengabarkan momen tersebut kepada seluruh dunia.
Keberadaan YouTube sebagai situs
video sharing terpopuler dan terfavorit di seluruh dunia, dapat
dimanfaatkan oleh para seniman dan kelompok seni pertunjukan untuk memamerkan
serta menawarkan karya-karyanya kepada khalayak yang jauh lebih luas melingkupi
seluruh dunia. Penggunaan YouTube
sebagai salah satu media promosi juga telah dilakukan oleh OPSG. Sejak 2008
lalu, OPSG sudah memulai mengupload
beberapa video pementasan yang telah dilakukannya melalui situs video sharing tersebut.
Pementasan OPSG di JHK
(Jam’iyyatul Hujjaj Kudus) pada tanggal 6 April lalu yang diberlangsungkan atas
inisiasi Nurdin Hidayat merupakan sebuah fenomena yang menunjukan peran YouTube terhadap eksistensi OPSG. Awal
mula pertama kali Nurdin melihat OPSG ialah 3-4 tahun yang lalu, ketika OPSG
tampil sebagai pengisi acara di Harlah NU ke 35. Pada waktu itulah Nurdin mulai
menyukai kelompok OPSG, meskipun pada awalnya Nurdin juga memang sudah tertarik
dengan kelompok-kelompok kesenian semacam ini yang ada di Jakarta, seperti
halnya Cakranada dan Mahagenta. Diantara selang waktu 3-4 tahun paska melihat
pertunjukan OPSG, Nurdin mulai semakin mengenal OPSG melalui kerabat-kerabat yang
aktif di komunitas seni GRJS (Gelanggang Remaja Jakarta Selatan, Bulungan) yang
kebetulan juga berasal dari Pati, meskipun dalam selang waktu tersebut
interaksi secara langsung antara Nurdin dengan kelompok OPSG terbilang cukup
jarang.
Ketidaksengajaan Nurdin
menekan huruf “S” pada keyboard hingga memunculkan nama Sampak GusUran ketika
sedang melakukan browsing di YouTube
mempertemukan Nurdin kembali dengan OPSG di dunia maya. Pada waktu itu Nurdin
sebetulnya tidak berniat untuk melihat OPSG melalui YouTube, melainkan ingin mencari video dari kelompok musik Simply
Red (sebuah group band soul asal Inggris), namun ketika sedang melakukan
pencarian, nama Sampak GusUran (OPSG) tiba-tiba muncul di dalam daftar putar
yang disarankan. Seketika itu pula Nurdin justru tak lagi mencari Simply Red,
melainkan lebih tertarik terhada karya-karya OPSG. Waktu itu Nurdin membuka dan
menikmati lima karya dari OPSG, salah satunya ialah Suluk Montang-manting,
karya OPSG yang paling disukai olehnya.
Selama satu tahun
setelah pertama kalinya melihat video OPSG di YouTube, beberapa kali Nurdin masih sering mengunjungi situs
tersebut untuk melihat-lihat ulang karya OSPG, hingga tanggal 6 Juli
diundanglah OPSG sebagai pengisi sebuah acara yang diadakan oleh keluarga besar
Nurdin. Bagi Nurdin keberadaan YouTube
itu sendiri sangatlah membantu dalam pelaksanaan acara kali ini, karena melalui
YouTube tersebut Nurdin dapat dengan
mudah memperlihatkan bentuk penampilan OPSG kepada anggota keluarga yang lain
sebelum akhirnya mereka pun mulai menyukai dan menyetujui ide Nurdin untuk mengundang
OPSG sebagai pengisi pada acara tersebut.
Selain
penggunaan situs video sharing, situs jejaring sosial yang
ditujukan untuk menambah jaringan pertemanan, seperti halnya Facebook serta twitter memiliki peran utama dalam hal
perluasan jaringan komunikasi serta memiliki peran yang cukup kuat pula dalam
hal publisitas. Bagi kelompok OPSG sendiri kedua situs tersebut dimanfaatkan
sebagai media untuk mencari relasi pertemanan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
untuk memperkenalkan OPSG kepada khalayak umum secara lebih luas, selain itu
jejaring sosial juga dapat dimanfaatkan sebagai sarana publikasi agenda-agenda
kegiatan yang hendak dilakukan. Hubungan yang baik antara OPSG dengan almarhum
Remmy Soetansyah contohnya, ialah salah satu relasi pertemanan yang didapatkan
Anis melalui situs jejaring sosial twitter.
Cukup banyak kesempatan
pentas yang didapatkan oleh OPSG berkat penggunaan media Facebook, diantaranya ialah 2009 silam ketika Bens Leo (pengamat
musik Nasional) mengundang OPSG untuk menyajikan karya-karyanya di Bentara
Budaya Jakarta. Pada awalnya Anis sama sekali tidak pernah bertemu dengan Bens
secara langsung, hingga suatu ketika muncul keinginan Anis untuk mencoba
menjalin interaksi dengan beliau. Melalui media Facebook Anis mulai menawarkan hubungan pertemanan dengan Bens,
disinilah komunikasi diantara keduanya mulai terbangun. Bens mulai tertarik
dengan Anis dan kelompok OPSG setelah melihat video mereka yang dilihatnya
melalui link situs YouTube OPSG yang dikirimkan oleh Anis
melalui Facebook.
E.3.
OPSG dan Masyarakat Pati
Penggalian
data yang telah dilakukan menggunakan pembagian daftar pertanyaan kepada masyarakat yang menghadiri acara “Suluk Maleman”
telah dilakukan untuk memperoleh pandangan serta
jawaban dari responden tentang Orkes Puisi Sampak GusUran. Pencarian data tersebut telah dilakukan sebanyak dua kali, dalam dua kali acara
“Suluk Maleman.” Melalui penyebaran daftar pertanyaan tersebut diketahui
pula persebaran masyarakat penikmat OPSG, yakni dari berbagai ragam kalangan
masyarakat. Maka, untuk mendapatkan gambaran lebih
mendalam, kemudian dilakukan FGD (Focus
Group Discussion) dengan mengundang beberapa perwakilan penikmat kelompok
OPSG serta acara “Suluk Maleman” tersebut yang notabene-nya terdiri dari berbagai jenis kalangan (santri, guru, musisi, perupa,
mahasiswa, PNS). Sebagian dari hasil olahan data tersebut menunjukan kesamaan
dengan pendapat Leah A. Lievrouw dan
Sonia Livingstone[31]
mengenai regulary context yang
digambarkan dalam tabel berikut:
Analogue Model
|
Digital Model
|
Scarcity and
few player
|
Abundant
players (branding)
|
One-to-many
|
Many-to-many
|
Distinctive
sectors
|
Convergence
sectors
|
Linear
programming
|
Non-linear
programming (on demand)
|
Mediated
consumption environtment
|
Disintermediation
and individual consumption environtment
|
National
boundaries
|
Transnational
and global
|
Tabel
1. Regulatory Context “Analogue Model” dan “Digital Model”
Meski
media internet banyak memberikan andil besar dalam eksistensi kelompok OPSG
dalam pergulatan berkeseniannya pada kancah nasional serta internasional,
ternyata tidak cukup banyak mempengaruhi pola apresiasi masyarakat pada tingkat
lokal. Pada acara “Suluk Maleman” ini terlihat
pengaruh media internet sebagai media informatif bagi masyarakat
terhadap Anis, OPSG, serta informasi adanya kegiatan yang diberlangsungkan oleh
OPSG kurang begitu berperan dibandingkan dengan media-media lainnya. Melalui
daftar pertanyaan yang dibagikan pada
kedua acara “Suluk
Maleman,” dengan tajuk “Jazz Kalimasada” pada tanggal 17 April 2013 dan “Jamus
Kalimasada” pada tanggal 17 Mei 2013 diketahui bahwa lebih dari separuh
pengunjung mendapatkan sumber informasi mengenai adanya
kegiatan “Suluk Maleman” tersebut ialah
melalui teman.
Daftar pertanyaan yang telah dibagikan menunjukan pula
fakta bahwa kegiatan “Suluk Maleman” pun dapat menjadi ajang perkenalan bagi
kelompok OPSG kepada masyarakat yang belum mengetahui keberadaan kelompok
tersebut sebelumnya. Melalui rekapitulasi terhadap hasil pengisian daftar
pertanyaan diketahui bahwa sumber
informasi yang pertama kali diterima oleh masyarakat mengenai OPSG paling
banyak ialah dari adanya acara “Suluk Maleman”, meskipun cukup banyak pula yang
sudah mengetahui sebelumnya melalui pertemanan.
Kegiatan “Suluk Maleman” sebagai sebuah media promosi
ternyata tidak hanya efektif bagi eksistensi kelompok OPSG, melainkan pula
berdampak pada eksistensi Anis Sholeh Ba’Asyin. Melalui rekapitulasi pengisian
daftar pertanyaan dapat diketahui bahwa sumber
informasi yang pertama kali diterima oleh masyarakat mengenai Anis Sholeh
Ba’Asyin selain banyak didapatkan melalui teman juga
banyak didapatkan melalui adanya acara “Suluk Maleman.” Pada dua kali
pembagian daftar pertanyaan pada dua kali acara Suluk Maleman didapatkan fakta
dengan kecenderungan yang sama mengenai sumber
informasi yang paling
banyak diterima masyarakat mengenai Anis ialah
melalui acara “Suluk Maleman”,
F. PENUTUP
Studi ini
menemukan bahwa media turut mempengaruhi persebaran suatu karya musik.
Persebaran yang diakibatkan oleh penggunaan media internet sebagai salah satu
produk budaya komunikasi modern memungkinkan sebuah karya dapat tersebar hingga
ke berbagai penjuru dunia. Fakta tersebut
menunjukan bahwa media komunikasi modern dapat menjadi salah satu latar
terjadinya globalisasi, dalam hal ini ialah globalisasi dalam bentuk diseminasi (persebaran), seperti
halnya apa yang telah terjadi dalam kelompok OPSG sebagai sampel pengamatan
dalam studi kali ini. Tidak hanya tersebar, kelompok OPSG bahkan berhasil meraih berbagai award,
serta berhasil mendapatkan kesempatan untuk melakukan berbagai pementasan serta
menjalin kerjasama dalam ruang lingkup yang lebih besar, tidak hanya dalam
lingkup nasional, bahkan internasional.
Semua media pada
dasarnya bercampur secara hemafrodit.[32]
Seperti halnya apa yang telah dilakukan oleh Anis beserta OPSG, ia telah
mengalihwahanakan puisi menjadi musik, sekaligus mengalihwahanakan bunyi/musik
menjadi aksara, melakukan puisi visual, melangsungkan pertunjukan, menggunakan
muti-media, menggunakan kendaraan internet, serta berbagai hal lainnya. Di
samping itu, proses yang dilalui OPSG turut menunjukan pula keberadaan berbagai
media dalam satu media, menjelaskan bahwa konsep “media” tersebut sangatlah lentur.
Contohnya ialah sajian pertunjukan, pertunjukan itu sendiri adalah media; di
dalamnya kita mendapatkan juga berbagai jenis media seperti musik dan
tulisan—dan bahkan juga film.[33]
Sedangkan pertunjukan itu sendiri dapat diakses melalui situs internet, di mana
notabene-nya situs internet itu sendiri merupakan sebuah media yang berbeda.
Ataupun juga pertunjukan tersebut disajikan di dalam sebuah acara seperti
halnya Suluk Maleman di mana kegiatan tersebut bukan hanya menyajikan seni
pertunjukan, melainkan justru menyajikan diskusi budaya sebagai acara utamanya.
Setiap media memiliki
sistem operasional, peran dan fungsi, serta efektifitasnya masing-masing.
Melalui pengamatan terhadap kelompok OPSG dapat kita ketahui sebuah kesimpulan,
yakni bahwa pemanfaatan media internet dengan berbagai fitur di dalamnya lebih
cenderung memberikan dampak persebaran dalam skala besar, yakni meliputi skala
nasional serta internasional, sedangkan untuk persebaran pada wilayah lokal,
media konvensional yang bersifat manual masih cenderung lebih fungsional. Fakta
seperti ini menunjukan pentingnya kepekaan serta pensiasatan yang tepat dalam
pemanfaatan media menyesuaikan target persebaran yang diharapkan.
Pemanfaatan media
internet meliputi situs video sharing,
seperti halnya YouTube, situs
kompetisi musik seperti halnya GarageBand,
MP3.com.au, situs download musik
seperti halnya Beesonic, kemudian blogging, serta jejaring sosial yang
telah dilakukan oleh kelompok OPSG telah memberikan berbagai dampak keuntungan
bagi kelompok tersebut. Cukup banyak penayangan karya-karya OPSG, pengunduhan,
komentar, interaksi, kerjasama, serta penghargaan yang telah didapatkan oleh
OPSG melalui berbagai situs internet, banyak diantaranya justru dalam lingkup
nasional serta internasional. Dalam lingkup lokal, terutama masyarakat Pati,
media interaksi bagi kelompok OPSG terhadap masyarakat pendukungnya banyak
dilakukan secara langsung, tanpa harus melalui sarana penggunaan media
internet. Pengamatan terhadap kegiatan “Suluk Maleman”, menunjukan fakta bahwa
acara yang rutin diselenggarakan,
seperti halnya acara “Suluk Maleman” tersebut menjadi media interaksi
yang relevan bagi eksistensi kelompok OPSG terhadap masyarakat lokal,
melingkupi daerah Pati dan sekitarnya. Berikut dalam hal persebaran informasi,
bagi masyarakat lokal, penggunaan media konvensional yang bersifat langsung
terbukti jauh lebih berperan daripada media intenet. Sebagai contoh ialah
persebaran informasi mengenai acara “Suluk Maleman” bagi masyarakat lokal.
Penggunaan media konvensional yang bersifat langsung, meliputi jaringan
pertemanan, poster, serta baliho nampak terlihat lebih efektif. Tidak banyak
masyarakat Pati yang mengetahui informasi mengenai diselenggarakannya kegiatan
tersebut melalui internet.
Selain itu perlu diketahui pula, bahwa meski media dapat berfungsi
sebagai sebuah alat persebaran, bukan berarti sebuah karya seni begitu saja
kehilangan nilai-nilainya. Karya seni tetap bernilai, meski persepsi penilaian
serta sisi ketertarikan yang ditimbulkan akan terus berubah. Anis beserta
kelompok OPSG telah membuktikan, bahwa keberhasilan pengolahan terhadap kedua
sisi tersebut, yakni pengolahan karya, serta pengolahan media sudah seharusnya
diperhatikan secara seimbang, sehingga mampu menimbulkan efek yang optimal
pula.
Studi ini
pada dasarnya masih sangat terbatas dalam batasan kasus yang hanya meliputi
satu kelompok saja, sehingga kesimpulan-kesimpulan yang dibuat masih bersifat
sementara. Oleh karena itu, kiranya perlu dilakukan studi-studi lain tentang
permasalahan serupa agar data-data yang diperoleh dapat digunakan untuk membuat
generalisasi. Selanjutnya, studi-studi empiris tentang pengolahan media dalam
persebaran karya musik masih perlu dilakukan dengan lebih komprehensif, agar berbagai
permasalahan yang mendasari fenomena ini dapat dipahami dengan semakin
mendalam.
DAFTAR PUSTAKA
A. Sumber
Tercetak:
Ayers,
Michaelle D., ed. Cybersound: Essays on
Virtual Music Culture. New York: Peter Lang Publishing. Inc. 2006.
Baily,
John. Using Tests of Sound Perception in
Fieldwork. Year Book of Traditional Musik 28, 147-73. 1996.
Barker
Chris. Cultural Studies. Kreasi
Wacana: Jogjakarta. 2009.
Banoe,
Pono. Kamus Musik. Yogyakarta:
Kanisius. 2003.
Barker
Chris. Cultural Studies. Kreasi
Wacana: Jogjakarta. 2009.
Bourdieau, Pierre. Distinction:
A Sosial Critique of Judgmenet of Taste. London: Routledge. 1984.
Buchanan,
Elizabeth A. “Deafening Silence: Musik and the Emerging Climate of Acces and
Use” dalam Ayers, Michaelle D., ed. Cybersound:
Essays on Virtual Music Culture. New York: Peter Lang Publishing. Inc. 2006.
Darmono, Sapardi Djoko. Alih Wahana. Jawa Barat: Editum. 2012.
Denzim,
K. dan Yvonna S. Lincoln. Handbook of
Qualitative Research. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.
Geertz, Clifford. Abangan,
Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa. Jakarta: PT. Pustaka Jaya. 1981.
Giesler,
Markus. “Cybernetic Gift Giving and Sosial Drama: A Netnography of the Napster
File-Sharing Community” dalam Ayers, Michaelle D., ed. Cybersound: Essays on Virtual Music Culture. New York: Peter Lang
Publishing. Inc. 2006.
Harjana, Suka. Corat-coret
Musik Kontemporer Dulu dan Kini. Jakarta: Ford Foundation dan MSPI. 2003.
Huda, Eko Nur. Cara
Mudah Menjadi Populer dengan Internet. Yogyakarta: Andi. 2012.
Mack,
Dieter. Sejarah Musik Jilid III. Yogyakarta: Pusat Musik
Liturgi. 1995.
. Sejarah Musik Jilid IV. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. 2009.
Merriam,
Allan P. The Anthropology of Music. Chicago: North-western University
Press. 1964.
. “Beberapa Definisi tentang
‘Musikologi Komparatif’ dan ‘Etnomusikologi’: Sebuah Pandangan
Historis-Teoritis,” dalam R. Supanggah, ed. Etnomusikologi. Trans. Rizaldi Siagian
& Santosa. Yogyakarta: Bentang Budaya. 1995.
Nercessian, Andy. Posmodernisme dan Globalisasi dalam
Etnomusikologi: Permasalahn Epistimologis. Terjemahan Djohan. Yogyakarta: UPT Perpustidakaan ISI
Yogyakarta. 2010.
Nettl,
Bruno. The Study of Ethnomusicology:
Thirty-one Issues and Con-cepts. Urbana dan Chicago: University of Illinois
Press. 2005.
_______. Theory and Method in Ethnomusicology. New York: The
Free Press. 1964.
Post,
Jenifer C. ed. Ethnomusicology: a
Contemporary Reader. New York: Routledge. 2006.
Prier,
Karl-Edmund Prier. Sejarah Musik Jilid
II. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi. 1993.
_______.
Sejarah Musik Jilid I. Yogyakarta:
Pusat Musik Liturgi. 2008.
_______.
Kamus Musik. Yogyakarta: Pusat Musik
Liturgi. 2009.
Rheingold, H. “A Slice
of life in my virtual community”, dalam High
Noon on the Electronic Frontier: conceptual issues in cyberspace.
Cambridge: MIT Press. 1999.
Shohat,
Ella dan Robert Stam. 1994. Unthinking
Eurocentrism. Multiculturalism and the Media. London/New York: Routledge.
Smiers, Joost.
2009. Arts Under Pressure: Memperjuangkan
Keanekaragaman Budaya di Era Globasasi. Yogyakarta: Insist Press.
B. Sumber Tidak Tercetak:
1.
Panji Masyarakat No. 427, 1 April 1984.
Tahun XXV.
2.
Panji Masyarakat No. 436, 1 Juli 1984.
Tahun XXVI.
3.
Panji
Masyarakat No. 459, 21 Februari 1985. Tahun XXVI.
4.
Koran Suara Merdeka,
Semarang: Minggu Ini, halaman VIII, 22 Juli 1984.
C. Sumber Internet:
2.
http://oase.kompas.com/read/2009/06/12/02173299/sampak.gusuran.membaca.puisi.dengan.cara.yang.berbeda.
Diakses pada tanggal 20 Februari 2012.
3.
http://www.unesa.ac.id/berita/201111080002/orkes-puisi-sampak-gusuran-ajak-peduli-untuk-bangsa.html.
Diakses pada tanggal 20 Februari 2012.
4.
http://immawati-sultana.blogspot.com/.
Diakses pada tanggal 18 April 2013.
5.
http://indonesianperformance.blogspot.com/. Diakses pada tanggal 18 April 2013.
D. Sumber
berupa Arsip:
1.
Cover album Orkes Puisi Sampak GusUran:
“Bersama Kita Gila: Wis Ngedan Isih ora Keduman” PT. HAN ABABIL Record. 2007.
[1]Pusat industri kesenian Indonesia beberapa diantaranya ialah
Jakarta dan Bandung, berikut daerah lainnya yang identik sebagai kota kesenian
ialah Yogyakarta dan Bali.
[2]http://oase.kompas.com/read/2009/06/12/02173299/sampak.gusuran.membaca.puisi.dengan.cara.yang.berbeda.
[3]Bruno
Nettl, The Study of Ethnomusicology:
Thirty-one Issues and Concepts. (Urbana dan Chicago: University of Illinois
Press, 2005), 275;
Sebagai
perbandingan untuk melihat kecenderungan ini, lihat juga, misalnya, lampiran
dari salah satu karangan Alan P. Merriam, yang memuat sejumlah definisi
etnomusikologi. Definisi-definisi yang dikemukakan oleh para etnomusikolog
‘angkatan pertama’ ini umumnya menyatakan bahwa etnomusikologi merupakan studi
terhadap budaya-budaya musik di luar budaya Eropa, atau, selain itu,
budaya-budaya musik di luar kebudayaan peneliti (yakni kebudayaan Eropa). Namun
belakangan, para etnomusikolog mulai merambah wilayah yang sebelumnya ‘tabu’
bagi mereka. Para etnomusikolog kini juga memasukkan fenomena kontemporer
sebagai objek kajian mereka. Studi-studi etnomusikologi kini meliputi pula
bentuk-bentuk kajian urban (urban studies).*
*Sebagai
contoh mengenai bagaimana etnomusikologi mulai merambah bentuk-bentuk kajian
Urban dapat dilihat dalam bunga rampai berjudul Ethnomusicology: a Contemporary
Reader, ed. Jennifer C. Post (New York: Routledge, 2006).
[4]Allan P.
Meriam, The Anthropology of Music (Chicago:
North-western University Press, 1964), 109.
[5]Allan
P. Meriam, 1964, 103.
[6]Allan P.
Merriam, 1964, 32-33.
[7] John
Baily, Using Tests of Sound Perception in
Fieldwork. (Year Book of Traditional Musik, 1996), 147.
[8]Nercessian,
2010, 20.
[9]Chris
Barker, Cultural Studies (Yogyakarta:
Kreasi Wacana, 2009), 30.
[10]Wawancara dengan Deddy Taufiq 8 April 2013.
[11]Wawancara dengan Yuli Agung, 9 April 2013.
[12]Wawancara Anis Sholeh Ba’asyin pada acara Dialog Development
episode 48 yang diadakan oleh stasiun TV Qtv, dengan presenter Gigin
Praginanto.
[13]Wawancara dengan Yuli Agung, 9 April 2013.
[14]Wawancara dengan Deddy Taufiq, 8 April 2013.
[15]Karl-Edmund
Prier, Kamus Musik (Yogyakarta: Pusat
Musik Liturgi, 2009), 145.
[16]Pono
Banoe, Kamus Musik (Yogyakarta:
Kanisius, 2003), 196.
[17]Dieter
Mack, Sejarah Musik Jilid IV
(Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi, 2009), 379.
[19]Karl-Edmund
Prier, Sejarah Musik Jilid I (Yogyakarta:
Pusat Musik Liturgi, 2008), 24.
[20]Nercessian, 2010, 11.
[21]Nercessian, 2010, 12.
[22]www.Garageband.com/sampak_gus_uran.
[25]Wawancara dengan Nurdin, 6 April 2013.
[27]Wawancara Anis Sholeh Ba’asyin pada acara Dialog Development episode 48 yang diadakan oleh stasiun TV Qtv,
dengan presenter Gigin Praginanto.
[28]Pierre
Bourdieau, Distinction: A Sosial Critique
of Judgmenet of Taste. (London: Routledge, 1984), 101.
[29]H. Rheingold, “A Slice of life in my virtual community”, dalam High Noon on the Electronic Frontier:
conceptual issues in cyberspace, (Cambridge: MIT Press), 414.
[30]Sistem penyimpanan data-data berupa arsip penting di dalam e-mail cukup banyak dilakukan pada jaman
sekarang, karena mengingat sisi efisiensi serta keamanannya. Dari segi
efisiensi, mengirimkan data berupa arsip-arsip penting ke dalam alamat e-mail kita sendiri memudahkan kita
untuk mengaksesnya di manapun kita berada asalkan ada jaringan internet,
kemudian dalam sisi keamanannya ialah relatif aman dari virus serta kerusakan
data, karena data-data berupa file yang disimpan dalam sebuah drive berupa hard disk ataupun flash disk
rentan terkontaminasi virus, begitupun bila file
yang telah dipindahkan ke dalam arsip berupa cd ataupun dvd, masih ada
kemungkinan kaset cd ataupun dvd tersebut tergores atupun pecah, sehingga
data-data berupa file di dalamnya
tidak dapat diakses kembali.
[31]Leah
A. Lievrouw dan Sonia Livingstone, 2002,
333.
[32]Sapardi
Djoko Darmono, Alih Wahana (Jawa
Barat: Editum, 2012), 2.
[33]Sapardi
Djoko Darmono, 2012, 3.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar